Oleh: Nourmayansa Vidya Anggraini 1, Serri Hutahaean2, Utami Wahyuningsih3, Nur Fitriah Efendy4 Fakultas Ilmu Kesehatan, Prodi Sarjana Keperawatan, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta1,2,4 Fakultas Ilmu Kesehatan, Prodi Sarjana Gizi, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta3
Pada akhir tahun 2019, dunia dihebohkan dengan munculnya suatu virus, yang kemudian dinamakan covid-19. Covid-19 mulai merebah ke Indonesia pada bulan Maret 2020 (Djalante et al., 2020; Syuhada, Wibisono, Hakim, & Addini, 2021). Seluruh dunia merasakan penyebaran virus ini. Pandemi covid-19 memberikan dampak yang besar bagi semua sektor, salah satunya adalah sektor pendidikan. Proses belajar mengajar harus tetap dilakukan meskipun dalam situasi pandemi covid-19, salah satu caranya adalah dengan cara Belajar Dari Rumah (BDR). Kegiatan BDR ini merupakan upaya pemerintah guna memutus rantai covid-19. Melalui Surat Edaran No. 3 tahun 2020 (Pusdiklat Kemdikbud., 2020) dan Surat Edaran No. 4 tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI ada beberapa kebijakan yang berdampak pada semua aspek kehidupan, termasuk didalamnya adalah pola hidup anak yang berkaitan dengan pendidikan. (Brooks et al., 2020; Sevilla Vallejo & Ceballos Marón, 2020). Aktivitas belajar dari rumah tentunya ada sisi positif dan negatif. Kegiatan belajar mengajar dari rumah memiliki dampak terhadap kebugaran siswa di semua level pendidikan baik di SD, SMP, maupun SMA. Siswa tidak lagi bisa mengikuti mata pelajaran pendidikan jasmani di sekolah, namun hanya bisa dilakukan di rumah dengan waktu yang singkat. Selain itu, siswa tidak bisa bermain-main dengan puas yang berkaitan dengan aktivitas fisik seperti sebelum terjadi pandemic covid-19 (Sevilla Vallejo & Ceballos Marón, 2020). Ketika kebugaran tubuh berubah, maka akan mengarah pada menurunnya imunitas tubuh. Berpindah fungsinya pendidikan sekolah yang menjadi belajar dari rumah, tentunya akan menambah tugas orang tua dalam mendampingi anak belajar di rumah. Tidak hanya terkait pelajaran sekolah saja, tapi juga dalam hal masalah gizi dan kebugaran anak supaya tetap sehat (Sepriadi, 2019).
>Selain anak melakukan belajar dari rumah, orang tua yang bekerja juga melakukan work from home (WFH). Sambil bekerja dari rumah, orang tua yang bekerja juga harus mendampingi anak dalam melakukan belajar dari rumah, memantau kesehatan baik dari pola makan atupun aktivitas fisiknya (Thorell et al., 2021; Walker & MacPhee, 2011). Namun, banyak orang tua yang melupakan terkait pola makan dan aktivitas fisik, baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Hal ini bisa menjadi peningkatan berat badan pada anak ataupun orang tua. Peningkatan berat badan yang tidak terkontrol akan menyebabkan obesitas.
Obesitas merupakan masalah kesehatan kronis terbesar pada Negara maju maupun Negara berkembang seperti Negara Indonesia. Obesitas merupakan masalah global di seluruh dunia dan dinyatakan sebagai masalah kesehatan kronis terbesar oleh World Health Organization. Obesitas merupakan masalah kesehatan yang cukup merisaukan di kalangan masyarakat (Alberga, Sigal, Goldfield, Prud Homme, & Kenny, 2012; Gupta, Goel, Shah, & Misra, 2012). Peningkatan prevalensi obesitas ini tidak hanya terjadi di Negara maju saja tetapi juga di Negara berkembang (Abu-Kishk et al., 2014; Todd, Street, Ziviani, Byrne, & Hills, 2015). Peningkatan prevalensi obesitas juga terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Obesitas merupakan resiko terbesar penyebab kematian global.
Perubahan gaya hidup yang cepat termasuk pola makan dan aktivitas telah menyebabkan peningkatan prevalensi anak overweight dan obesitas (5-19 tahun) di negara berkembang (Larson et al., 2013; Trivedi, Burton, & Oden, 2014). Gaya hidup masyarakat Indonesia pada saat ini lebih cenderung mengikuti gaya hidup Negara barat yang lebih memilih makanan siap saji yang tentunya lebih banyak mengandung lemak (McNeil, Cameron, Finlayson, Blundell, & Doucet, 2013). Selain itu, gaya hidup saat ini lebih cenderung aktivitas fisik yang cenderung lebi sedikir (Leech, McNaughton, & Timperio, 2014; Sawka, McCormack, Nettel-Aguirre, Hawe, & Doyle-Baker, 2013; Van Lippevelde et al., 2012). Hal ini didukung juga oleh keadaan pandemi covid-19 yang mengharuskan anak belajar dari rumah.
Berdasarkan masalah di atas, peneliti melakukan penelitian tentang hubungan belajar dari rumah dengan peningkatan berat badan siswa SDIT Ummul Quro Depok di masa pandemic covid-19. Penelitian dilakukan pada siswa SDIT Ummul Quro Depok karena siswa pada sekolah ini melakukan hampir 100% kegiatan belajar dari rumah. Selain itu, berdasarkan wawancara dengan pihak sekolah dan beberapa orang tua siswa menyatakan bahwa selama pandemic covid-19 ini siswa lebih cenderung sedikit aktivitas fisiknya, sering ngemil, dan meningkat berat badannya dengan drastis dibandingkan dengan masa sebelum pandemic covid-19.
Penelitian dilakukan di SDIT Ummul Quro Depok pada bulan Mei 2021 terhadap siswa dengan rentang usia 7-11 tahun sebanyak 242 siswa dengan teknik sampling simple random sampling. Variabel penelitian ini terdiri dari variable bebas yaitu belajar dari rumah dan variable terikat yaitu kenaikan berat badan. Teknik pengumpulan data dilakukan secara pengambilan data melalui kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa melaksanakan pembelajaran belajar dari rumah selama pandemi covid-19 dan sebagian besar siswa menghabiskan waktu 3-4 jam dalam sehari untuk kegiatan belajar dari rumah. Terdapat beberapa masalah yang muncul selama pandemic covid-19 dengan diberlakukannya belajar dari rumah dan bekerja dari rumah. Salah satu masalah tersebut adalah orang tua dan anak lebih banyak menghabiskan waktu luangnya tanpa melakukan kegiatan untuk menjaga kebugaran tubuh. Menurut (Radliya, Apriliya, & Zakiyyah, 2017), siswa lebih banyak menggunakan waktunya di depan computer ataupun smart phone. Kebugaran tubuh musti dijaga, tidak hanya dengan menjaga asupan gizi tetapi juga meningkatkan aktivitas fisik (Radliya et al., 2017). Apabila kebugaran tubuh tidak dijaga, maka akan menjadi peningkatan berat badan hingga berlebih, yang dinamakan obesitas. Obesitas merupakan masalah global di dunia. Obesitas merupakan masalah yang umum dialami anak-hanak yang harus segera diselesaikan. Menurut (World Health Organization (WHO), 2014) bahwa jumlah anak dengan kelebihan berat badan hampir dua kali lipat dari 5,4 juta pada tahun 1990 menjadi 10,6 juta pada tahun 2014. Di sebagian besar populasi dunia dinyatakan bahwa kasus status gizi kurang lebih sedikit dibandingkan dengan obesitas (Frayon et al., 2020). Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan kalori di dalam tubuh seseorang. Anak cenderung lebih menyukai makanan-makanan yang cepat saji atau fast food karena rasanya yang lebih enak di lidah. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan kalori tubuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa makan besar dalam sehari sebanyak 1-3x dan sebagian besar siswa ngemil dalam 1 hari sebanyak 1-3x sehari. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mengalami kenaikan berat badan lebih dari sama dengan 5 kg selama belajar dari rumah dan sebagain besar siswa melakukan kegiatan aktivitas fisik berat 1-3x dalam 1 minggu. Penelitian ini didukung oleh penelitian (INA, 2014) menunjukkan bahwa asupan energi fast food pada anak yang melebihi rata-rata mengalami obesitas sebesar 33,8% dan anak yang tidak mengalami obesitas sebesar 23,5% dengan nilai p=0,024<0,05. Salah satu penyebab obesitas adalah aktivitas sedentary life style, dimana energy yang masuk berbentuk kalori dalam makanan lebih banyak daripada yang dikeluarkan dalam bentuk aktivitas fisi. Sedentary life style bisa berupa menonton televisi ataupun bermain game (Nirwana A, 2012). Menurut (Nirwana A, 2012) bahwa menonton televisi merupakan salah satu kebiasaan anak pada saat ini.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan berat badan keluarga, khususnya anak adalah pendidikan orang tua. Pendidikan akan berkaitan dengan pekerjaan dan pendapatan keluarga. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula pendapatan keluarga. Pendidikan orang tua ini berhubungan dengan status sosial ekonomi dalam keluarga yang berpengaruh juga terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi anak dan anggota keluarga yang lain. Pendidikan dan pendapatan yang tinggi ini lebih memudahkan seseorang untuk mengkonsumsi makanan yang enak, mahal dan bernilai kalori yang tinggi.
Aktivitas fisik yang kurang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan berat badan sehingga obesitas , non communicable disease, dan gangguan musculoskeletal (World Health Organization (WHO), 2017). Bahan WHO merekomendasikan untuk anak-anak senantiasa melakukan aktivitas fisik minimal 60 menit sehingga badan tetap bugar. Penelitian ini didukung oleh penelitian (Anggraini, 2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan gizi lebih. Status gizi dan aktivitas fisik sangat erat kaitannya dimana jika seseorang aktivitas fisiknya baik, maka status gizinya pun akan normal daripada seseorang yang rendah aktivitas fisiknya. (Dewi Sartika, 2011) juga menyatakan bahwa Penyebab utama kenaikan berat badan yang berlebih adalah aktivitas fisik.