Oleh A. Edison Nainggolan
MUNGKIN ada yang bertanya, kapan Group Ciputra yang selama ini dikenal dengan “Citraland” mulai membangun di Palembang? Tentu hampir sebagian orang Palembang mengetahui keberadaannya pengembang yang dirintis oleh bagawan properti Indonesia Ir. Ciputra melalu Citra Grand City (CGC) di areal seluas 250 hektare yang terletak di Alang-Alang Lebar, Talang Kelapa Palembang sejak lima atau enam tahun silam. Lokasi CGC merupakan salah satu kawasan perumahan berikut fasilitasnya yang terbaik di kota Palembang kala itu. Sampai saat ini, lokasi ini sudah terlanjur terkenal dan menjadi pusat perhatian, namun belakangan muncul Citraland di Jalan Yusuf Singadikane, Keramasan di kawasan Jembatan Musi 2 Palembang, melalui proyek pengembangan baru seluas 280 hektare.

Tentu menjadi pertanyaan, mengapa Citraland memilih lokasi ini dan meninggalkan Citra Grand City di Alang-Alang Lebar yang sudah kadung terkenal?
Sudah pasti, lokasi yang baru ini jauh lebih menjanjikan. Lokasinya berada di tepi jalan utama atau jalan poros utama yang menghubungkan Provinsi Lampung menuju Jambi.
Dahulu, lokasi pengembangan Citra Land ini bukanlah pilihan utama karena terdiri dari rawa-rawa dengan kedalaman sedang dan rawa-rawa dalam yang mendapatkan aliran air dari Sungai Keramasan. Lokasi ini bahkan cenderung terisolasi sebelum akhirnya sekitar tahun 1986 dibuka menjadi poros utama jalur kendaraan-kendaraan dari luar kota agar tidak masuk ke dalam kota Palembang.
Kawasan ini lalu berkembang dengan cepat sejak dibuka jalan lingkar luar yang membelah rawa yang terisolir tadi dan areal perkebunan. Diawali dengan pembangunan Jembatan Musi 2, yang merupakan jembatan penghubung antara hulu dan hilir di Kota Palembang. Dinamakan jembatan Musi karena melintas di atas Sungai Musi yang berkelok-kelok membelah kota Palembang.
Setelah itu menyusul pula Jembatan Musi 3, Musi 4, Musi 5 dan Musi 6 sesuai dengan tuntutan kebutuhan kota besar dimana penduduknya memiliki mobilitas tinggi sekaligus untuk memecah kemacetan di Jembatan Ampera, jembatan hasil pampasan perang dari Jepang. Jembatan Ampera pernah berganti nama menjadi Jembatan Musi lalu kembali dijadikan Jembatan Ampera yang merupakan singkaan amanat penderitaan rakyat, nama asli yang diberikan Bung Karno yang dibangun tahun 1960 an.
Musi Dua Berkembang Cepat
Pembangunan Kawasan Musi 2, perlahan tapi pasti merupakan lokasi baru bukan saja bagi kawasan pemukiman, namun juga kawasan bisnis dan kawasan perkantoran pemerintahan.
Di sekitar lokasi ini, tengah dibangunan kantor pemerintahan Provinsi Sumsel di area seluas 40 hektare. Lokasi perkantoran ini memanfaatkan lokasi yang “gagal berkembang” dimana di lokasi ini pernah dibangun pemukiman untuk penarik becak. Sayangnya, karena ketiadaan faslitas yang memadai rumah-rumah kecil yang berada di atas rawa tersebut nyaris kosong melompong sejak dibangun dan menjadi terbengkalai.
Kini, dengan dibangunnnya kantor pusat pemerintahan terpadu, Kantor Gubernur Sumsel di sini, maka menjadi daya tarik tersendiri karena lokasi ini diprediksi akan menjadi lokasi paling berkembang di kawasan sebarang Ulu, setelah Jakabaring yang dikenal sebagai kawasan reklamasi Sungai Musi dengan pusat kegiatan olahraganya di sana.
Keberadaan Citra Land, di kawasan Musi 2, bukan saja akan memperkuat lokasi ini sebagai kawasan daerah yang akan berkembang pesat, tetapi dipastikan pihak pengembang yang telah berpengalaman lebih dari 40 tahun ini ini sudah mengkalkulasi prospek kawasan ini ke depannya.
Sebagai gambaran, beberapa ukuran berikut menunjukkan betapa strategisnya lokasi Citraland ini. Hanya 200 meter jaraknya dari lokasi ini tengah dibangun kantor pemerintahan terpadu Sumsel. Dalam hitungan 15 menit atau hanya berjarak 10 km terdapat lokasi Griya Agung Palembang dimana Gubernur Sumsel berdiam.
Enam kilometer dari sini terdapat pula gerbang tol Palembang Indralaya (Palindra) dan 10 km terdapat pintu gebang Tol Kapal Betung (Kayu Agung Betung) yang nantinya akan terhubung langsung dan terintegrasi ke jalan Tol Sumatera yang terbentang dari Bakauheni sampai Sabang di Provinsi Aceh atau di ujung utara Pulau Sumatera.
Menurut sejumlah pakar property, pemilihan lokasi sebuah pemukiman ada tiga yaitu, lokasi, lokasi dan lokasi. Tentu saja maksudnya bukan berarti faktor lainnya tidak penting. Ini untuk menunjukkan bahwa lokasi menjadi sangat penting bagi sebuah pilihan untuk menjadikan dasar pemilihan property. Ada pula faktor teknis berupa pengelolaan sarana dan prasarana, design, dan konsep pengembangan lingkungan berkelanjutan yang ramah lingkungan.
Pemilihan lokasi di tengah keterbatasan lahan, sudah menjadi keharusan bagi Citraland. Ini dibuktikan branding Citraland terus mengepakkan saya melalui lebih dari 78 proyek di 34 kota, baik di Indonesia maupun di mancanegara.
Dengan pengalaman lebih dari 40 tahun, sudah tak perlu diragukan lagi bahwa lokasi pemilihan Citraland di Kota Palembang “kali ini” benar-benar akan menjadi bagian dari kebanggaan Wong Palembang dan Wong Sumsel umumnya.
Lantas apa perbedaan konsep pengembangan lokasi yang dilakukan oleh Citraland dibandingkan dengan kawasan perumahan lainnya di Palembang?
Bicara soal rumah mewah dan rumah elegan nan berkelas di Palembang dengan mudah kita bisa menemukan dan melihatnya. Namun harus diakui, belum ada kawasan perumahan dengan penataan infrastruktur yang demikian lengkap sebagaimana yang dipersiapkan oleh Citraland.
Banyak lokasi permukiman di Palembang yang berada dekat bahkan di pusat kota, namun infrasturkturnya seringkali menjadi kendala. Jalan yang sempit dan keamanan yang rawan karena berdekatan dengan pemukiman kumuh seringkali “memaksa” penghuni memasang pagar yang kokoh dan tinggi untuk memenuhi rasa aman. Yang terjadi kemudian, penghuni tinggal layaknya di dalam penjara yang terkurung oleh tembok rumah dan pagar yang rapat.
Beberapa waktu lalu saya berkunjung ke lokasi Citraland Keramasan dan Citra Grand City Alang-Alang Lebar, keduanya berada di kota Palembang bersama seorang teman.
Sangat terasa perbedaan nuansanya kendati kedua lokasi tersebut memiliki penataan yang nyaris sama. Lalu apa perbedaannya? CGC dibangun di atas tanah gersang, dan Citraland dibangun di atas tanah rawa.
Saya sempat menyangsikan apakah mungkin di lokasi bekas rawa sedang ini nanti bisa timbul banjir akibat pasang atau akibat hujan deras?
Teman itu mengatakan, Citraland yang mendapatkan lebih dari 80 penghargaan di bidang properti, memiliki tenaga ahli yang mumpuni. Dan itu saya temukan di Citraland, baik dalam pengelolaan air bersih, penanganan air limbah domestik, dan juga pengelolaan banjir.
Nampaknya apa yang disampaikan oleh sahabat saya tersebut mulai saya yakini. Saya melihat dua danau resapan yang berada di depan lokasi Cluster Inari dan Cluster Onega dengan pintu kendali air yang berada di sana.
Nampak pula sejumlah pekerja dan tiang-tiang pancang yang menjamin kekuatan setiap bangunan di lokasi ini agar tanah pondasi menjadi stabil dan kuat. Tak ketinggalan jalan yang luas, pekarangan yang hijau, jogging tract dan juga spot untuk berfoto dengan latar balakang Pintu Gerbang Citraland yang kokoh dengan sembila kuda yang gagah yang kini telah menjadi icon dari kota Palembang.
Sudah barang tentu, kawasan Citraland akan menjadi bagian dari peran serta ikut memperkecil jarak perbedaan (disparitas) pembangunan antara hulu dan hilir. Keberadaan Citaland saya yakini mempercepat pemerataan perkembangan kota dan menghidupkan ekonomi lokal di kawasan Musi 2 ini. Semoga.
Komentar