Abu Batubara tidak Lagi Dikategorikan Sebagai Limbah B3 Berdasarkan PP 22 Tahun 2021

JAKARTA, NAGARA.ID – Sejumlah pihak menyambut baik dikeluarkannya limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) menjadi non beracun, terutama limbah batubara berupa fly ash dan bottom ash (FABA) sebagaimana Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2021 yang ditetapkan tanggal 2 Februari 2021.

Menanggapi hal tersebut, praktisi dan dosen lingkungan Sekolah Ilmu Lingkungan UI, Drs. Andreas Pramundianto, MSi mengatakan sebetulnya perdebatan mengenai FABA ini sudah cukup lama sejak perubahan PP 85 tahun 2016 ke PP 12 tahun 2020.

Andreas Pramudianto

Dengan demikian, menurut dia, maka FABA bisa diproses melalui prinsip 3 R (reuse, reduce dan recycle), karena FABA bisa dikategorikan sebagai bahan baku.  “Ketika masuk dalam kelompok Limbah B3, prosesnya sangat panjang dan melalui berbagai uji, namun dengan dikeluarkannya maka proses uji dan pengelolaanya tidak serumit limbah B3,” kata Andreas, di Jakarta, Sabtu (6/3/2021).

Hal senada disampaikan Hendrix, salah seorang pengolah limbah B3 di Banten.  “Keputusan pemerintah dalam mengeluarkan FABA ini dari limbah B3 sangat membantu terutama perusahaan penghasil limbah yang berada di luar pulau Jawa seperti Sumatera dan Kalimantan yang harus mengeluarkan biaya amat mahal untuk membuang ke pemanfaat resmi yang semuanya terletak di Pulau Jawa,” katanya di Tangerang.

Sementara itu transporter limbah B3, Andri mengakui akan lebih mudah mendistribusikan limbah ini  karena bisa dimanfaatkan pabrik batako dan paving blok terdekat. 

Selama ini, menurut Andri, perusahan kecil yang mampu menggunakan limbah FABA sebagai subtitusi bahan baku  terganjal izin yang tidak mudah diperoleh.

Fly ash batubara.

Selain FABA, ada beberapa jenis limbah yang selama ini digolongkan sebagai limbah B3 menjadi limbah non B3.  Fly ash dan bottom ash (FABA) merupakan dua jenis limbah yang dihasilkan dari pembakaran batubara yakni berupa debu terbang (fly ash) dan debu jatuh (bottom ash) yang dihasilkan dalam jumlah besar.

Sembilan limbah yang dikeluarkan berdasarkan PP 22 tahun 2021 adalah:

KodeLimbahJenis Limbah
N 101Slag Besi/Baja (Steel Slag)Proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja
N 102                               Slag nikel (nickel Slag)Proses peleburan bijih nikel  
N103Mill scaleProses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja dengan menggunakan teknologi selain teknologi induction furnace kupola  
N 104Debu EAFProses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja dengan menggunakan teknologi electric arc furnace (EAF)
N 105PS ballProses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja dengan menggunakan teknologi selain teknologi induction furnace atau kupola
N 106Fly AshProses pembakaran batubara pada fasilitas pembangkitan listrik tenaga uap PLTU atau dari kegiatan lain yang menggunakan teknologi selain stocker boiler dan/atau tungku industry.
N 107Bottom AshProses pembakaran batubara pada fasilitas PLTU atau dari kegiatan lain yang menggunakan teknologi selain stocker boiler dan/atau tungku industri
N 108Spent bleaching earth  Spent bleaching earth proses industry oleochemical dan atau pengolahan minyak hewani atau nabati yang menghasilkan SBE hasil ekstraksi (SBE Ekstraksi) dengan kandungan minyak kurang dari atau sama dengan 3% (tiga persen).
N 109   Pasir foundry (sand foundry)  Proses casting logam dengan penggunaan pelarut dengan titik nyala di atas (enam puluh derajat Celcius).  

Korban Pemerasan

Sebagaimana diketahui, penanganan FABA selama ini banyak mengalami kendala di lapangan akibat digolongkan sebagai limbah B3.  Kendati banyak ahli dan praktisi mengusulkan agar FABA dikeluarkan dari limbah B3 sebagaimana diberlakukan sejumlah negara lain, namun tetap saja FABA digolongkan sebagai limbah B3 sebelum akhirnya diperbaharui dengan PP 22 Tahun 2021 sebagai dicantumkan dalam Lampiran XIV PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Batako yang terbuat dari bahan abu batubara

Seorang pengusaha asal Tangerang yang dimintai pendapatnya mengatakan, ketika FABA termasuk limbah B3 dengan kode B 409 dan B 410 di lapangan sering diganggu oleh LSM, aparat kepolisian dan wartawan abal-abal. “Kendaraan sering distop dan diperiksa dengan berbagai alasan mengecek surat-surat izin limbah, kartu pengawasan Dishub serta manifest perjalanan limbah,” jelasnya.

Dia berharap, setelah FABA bukan sebagai limbah B3 kendaraan bisa beroperasional dengan lancar ketika mengangkut abu batubara tersebut.

Andri melihat, prospek kedepannya sangat bagus.  “Dari sisi penghasil limbah akan mengurangi biaya untuk membuang limbah abu batubara karena sudah tereduksi dengan biaya pemanfaatan limbah.  “Selain itu pabrik-pabrik akan berani menggunakan batubara sebagai energi alternatif karena limbahnya sudah non B3,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui batubara adalah energi termurah dibanding listrik dan gas, tetapi banyak industri tak mau menggunakan batubara karena limbahnya dikategorikan sebagai limbah B3.

Dari sisi industri kecil seperti pengusaha batako dan paving block dapat lebih kreatif dengan menggunakan abu batubara sebagai subtitusi bahan baku pengganti teras (clay) dan pasir sehingga bisa mendapatkan bahan baku yg lebih murah dan bisa menekan harga jual batako.

Pada akhir pendapatnya Andri mengatakan, ini adalah win win solution bagi pemerintah pelaku usaha dan masyarakat.

“Harapan kita aparat di kementrian lingkungan hidup dan aparat kepolisian mendukung peraturan pemerintah ini dengan tidak mempersulit pendistribusian dan pemanfaatan FABA oleh masyarakat,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

seven + eight =