Sang Algojo Penegak Keadilan “Artidjo Alkostar” Meninggal Dunia

JAKARTA, NAGARA.ID – Penegak keadilan yang sangat disegani di Indonesia, Artidjo Alkostar meninggal dunia hari ini, Minggu (28/2/2021) akibat penyakit.  Mantan hakim agung yang saat ini menjabat sebagai angggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi ini semasa hidup dikenal sebagai hakim yang garang.

Ia pernah memperberat hukuman Anas Urbaningrum, terhukum perkara korupsi Hambalang, dari 7 tahun menjadi 14 tahun. Dia juga memperberat vonis politikus Partai Demokrat Angelina Sondakh dari empat tahun menjadi 12 tahun penjara. Tak pelak, dia disebut algojo buat para koruptor.

Selain itu vonis advokat kondang OC Kaligis dari tujuh tahun menjadi 10 tahun, dan memperberat hukuman dua bekas pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto, yang terlibat perkara korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.

Beberapa rekam jejaknya dalam sejumlah kasus di antaranya; pada Oktober 2006, ia berbeda pendapat dengan hakim lainnya dalam putusan perkara Pollycarpus.

Ketika itu, MA memutuskan pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto tidak terlibat dalam pembunuhan aktivis Munir. Putusan tersebut membatalkan vonis 14 tahun penjara yang dijatuhkan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.

Artidjo melakukan dissenting opinion dengan dua hakim lainnya: Iskandar Kamil (ketua majelis) dan Atja Sonjaya. Menurut Artidjo, Pollycarpus terbukti terlibat, dan harus dihukum seumur hidup.

Pada Januari 2011, MA menghukum Pollycarpus 20 tahun penjara. Namun, pada 2 Oktober 2013, MA mengabulkan PK kedua yang diajukan Pollycarpus, mengurangi hukuman menjadi 14 tahun penjara.

Lalu, ketika memutus perkara korupsi Bank Bali dengan terdakwa Joko Tjandra, Juni 2001, berbeda dengan dua koleganya, Artidjo Alkostar menolak membebaskan Joko. Ia berpendapat Joko harus dihukum 20 tahun penjara.

Dia mendapatkan julukan sebagai hakim yang melawan arus. Artidjo sudah menunjukkan “taring” nya sejak duduk menjadi hakim agung pada 2000.

Tendang Kursi Pengusaha

Artidjo dikenal sebagai penegak hukum berintegrrtas tinggi.  Semua itu didasarkan pada kejujuran yang harus dihidupkan pada setiap orang. “Kejujuran tidak bisa diajarkan, tapi bisa dihidupkan, karena itu sudah diinstall oleh Allah SWT, hati yang bersih,” katanya.

Bagaimana cara menghidupkannya? Bergaullah kamu dengan orang bijak sehingga kejujuran akan tumbuh,” ucap Artidjo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC), Jakarta Selatan setahun silam.

Sebab, menurut Artidjo, korupsi merupakan penyakit batin. Karena itu, ia mengatakan untuk membersihkan penyakit itu harus memiliki hati yang bersih.

“Penyakit korupsi itu penyakit batin. Jadi untuk itu, supaya negara kita dihuni oleh orang yang hatinya bersih jernih, perlu saling mengingatkan,” ujarnya.

Artidjo adalah salah satu sosok hakim yang paling ditakuti oleh koruptor kala mengajukan kasasi di MA. Saat palu hakim di tangan Artidjo, alih-alih para koruptor berharap mendapatkan keringanan hukuman, justru diganjar dengan vonis yang lebih berat.

Artidjo Alkostar mengawali karirnya sebagai pembela hukum di LBH Yogyakarta. Pria kelahiran Situbondo, 22 Mei 1948 ini pernah menjadi hakim agung selama 18 tahun lebih. Sebelum menjadi Hakim Agung pada 2000, Artidjo berkarier sebagai advokat selama 28 tahun.

Saat menjabat sebagai hakim agung, 19.708 berkas perkara pernah ia tangani. Atau rata-rata setiap tahunnya dia menangani 1.095 perkara. Selama menjabat, Artidjo tak pernah mengambil cuti dan selalu menolak ketika diajak ke luar negeri. Alasannya, hal tersebut bisa berimplikasi besar terhadap tugas-tugasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

fifteen + seven =